Karya: Nur samawiah
Pagi yang indah mengingatkanku pada
sebuah kenangan kecil di dekat pantai Losari. Kenangan yang tidak pernah aku
lupakan bersama seseorang yang begitu berarti dalam hidupku. Orang yang selalu
berceloteh tanpa jelas dengan mulut cadelnya, mulutnya yang begitu bawel
membuatku merasa selalu merindukannya. Entah mengapa dan kenapa aku baru merasa
merindukannya, dan begitu menginginkannya hadir dalam hidupku lagi. Yah Kasih
sayang adikku begitu tulus sehingga aku selalu lupa betapa dia sangat berarti
di hidupku. Namun semua tinggal kenangan. Kenangan yang dulu tidak akan pernah
ada, namun hanya bermain-main dipelupuk mataku, hingga tak terasa setetes embun
kembali jatuh disudut bola-bola mataku yang sendu.
Nama Lengkapnya Rizki Kurniawan, dia
lahir di Bulan Maret 1994. Aku lebih tua 2 tahun darinya karena aku lahir di
bulan juli 1992. Seperti biasa karena sudah tidak memiliki seorang Ibu,
pagi-pagi adikku akan menggantikan semua pekerjaan ibu sementara aku hanya
santai-santai saja di dalam kamar tanpa pernah memperdulikan apa yang sedang
adikku kerjakan dan berapa banyak tenaga yang dia habiskan pagi ini untuk menyiapkan segala
persiapan mulai dari sarapan, mengisi bak mandi, mengepel dan menyapu. Semua
Dia lakukan tanpa mengeluh, tanpa merasa bosan, tanpa merasa jenuh dan selalu
disela-sela kesibukannya dia tak lupa untuk mengetuk kamarku untuk mengajakku
sarapan bersama ayah dan juga dirinya.
“Kak, sarapan yuk makanannya udah adik
siapakan tuh diatas meja. “Makan saja dulu nanti kakak nyusul” jawabku dari
dalam kamar tanpa membuka pintu.
Terdengar langkah kakinya menjauh dari
kamar, akupun bergegas keluar dari kamar dan mendapati adikku sedang bersantap
sarapan ala kadarnya bersama ayah.
Akupun mencibir makanan diatas meja itu,
hanya tahu, tempe dan sepiring ikan kering, yang membuatku tidak nafsu banget
menyentuh makanan pagi ini.
“Ayo kak sarapan dulu baru ke sekolah,
ajak adikku.
“Ogah,,makanan kayak gitu bikin perut
aku mules, gak nafsu tau liyat makanannya”
“Gak boleh bilang begitu kak, kita kan
harus bersyukur masih bisa makan kak”
“Alah,,jangan banyak bacot, saya gak
suka dengan ceramah garing kamu pagi-pagi begini, Bete’ tau”!!! Ayo mana uang
jajannya pak? Saya mau berangkat sekolah, babatku ceplas-ceplos tanpa ampun,
meski itu adalah orang tuaku, bahkan sama orang tuapun aku tidak tau menjaga
sikap, bagaimana dengan adikku yang pada saat itu umurnya lebih mudah 2 tahun
denganku.
“tidak ada nak, bapak belum terima gaji,
sabar saja dulu nanti kalau sudah terima gaji pasti bapak kasih jajan lagi deh.
Bapakku adalah seorang pekerja bangunan
dia adalah buruh yang tidak digaji tiap hari, begitulah yang membuat hidup kami
bertiga sangat menderita. Rasa-rasanya dunia serasa seperti neraka.
“alah bapak, terus di sekolah Nita mau
jajan apa? Tanyaku dengan nada meninggi, namun tetap tidak dijawab bapakku yang
tengah asyik menikmati sarapan paginya.
“sudah kak ini Adik masih punya uang
dari hasil penjualan sapu lidi kemarin, ambil saja ini buat jajan kakak”
Akupun merampas uang itu dari tangan
adikku, tanpa ampun sampai mencakar tangan adikku sehingga terlihat memerah.
Tapi apa yang dilakukan adikku? Dia hanya tersenyum melihat tingkahku.
“eh..kakak adik salim dulu sama kakak, sambil meraih tanganku dan menciumnya,
belum sampai wajahnya mencium tanganku, langsung saja aku tarik tanganku dengan
paksa.
“apa-apaan ini? tidak usah cium-cium
tangan saya nanti kotor. Lagi-lagi adikku tersenyum sambil berkata, “Hati-hati
yah kak, belajar baik-baik :D (emoticon smile). Aku berlalu dengan muka ditekuk
tanpa mengucapkan sepatah katapun.
4 tahun sudah berlalu semenjak kepergian
ibu, ayahpun akhirnya menyusul ibu juga,
aku merasa hidup ini begitu susah, namun berkat kerja keras adikku menjadi
seorang buru bangunan, aku bisa duduk di bangku pendidikan sampai semester 3 di salah satu perguruan tinggi
negeri yang ada di Makassar. Namun sifat kasarku dan cara bicaraku yang tidak
sopan tidak bisa aku rubah sedikitpun, terlebih-lebih saat bicara dengan adikku
sendiri. Kalau dengan orang lain aku bicaranya pasti pelan tapi kalau dengan
adikku, aku berbicara seperti cara bicara malaikat mungkar dengan penghuni
neraka, itu hanya perumpamaan kalau betapa kasarnya aku pada adikku yang begitu
tulus mencintaiku. Aku tidak pernah melihat ketulusan hati itu, aku tidak
pernah menghargai pengorbanannya untukku. Entah apakah tuhan sudah membutakan
hatiku sehingga tidak bisa sedikitpun melihat kebaikan yang ada dalam diri
adikku.
Hingga suatu ketika, aku dipanggil
karena belum melunasi uang SPP semester empat. Hal itu membuatku tidak bisa tidur.
Tengah malam sudah berlalu aku belum bisa sedikitpun memejamkan mataku karena
takut tidak bisa melanjutkan pendidikan kesemester selanjutnya. Akupun punya
ide, aku ingat kalau adikku punya tabungan yang dia sembunyikan didalam tanah
dekat pintu belakang. Akupun berdiri sambil mengendap-ngendap, kugali-gali
tanah yang ada didepan pintu belakang. Ternyata tidak begitu susah karena
lubang galiannya tidak terlalu dalam, kutarik perlahan-lahan kantong-kantong
kecil tersebut dan kurabah-rabah isinya. Lumayan isinya uang kertas semua,
tidak ada recehan.
Aku bergegas ke kamar dan membongkar
kantongan tersebut di atas kasurku. Hatiku melonjak senang, betapa tidak,
ternyata tabungan adikku isinya sangat banyak, cukup untuk melunasi SPP ku dua
semester sekalipun. Pelan-pelan kuambil semua uang tersebut kemudian
kusembunyikan disela-sela bukuku. Kantongannya tidak aku kembalkan tapi kubuang
jauh-jauh dari rumah pada keesokan harinya, sehingga adikku tidak tahu kalau
uangnya sudah raib diambil oleh kakaknya sendiri. Kakak yang tidak berperasaan,
kakak yang begitu mementingkan kepentingan prbadinya, kakak yang tidak pernah
mau mnegerti penderitaan adiknya, kakak yang tidak pernah menyesali perlakuan
kasar yang dilakukan pada adik semata wayangnya itu. Semua berlalu seperti
tidak ada yang terjadi. Kosong, hampa dan tak ada apa-apa sekalipun suara
jangkrik membelah pekatnya malam.
Sore itu sehabis pulang kuliah, aku
sangat capek karena seharian beraktifitas di kampus sehingga membuatku sangat
penat dan tidak bergairah. Kulangkahkan kakikku dengan perasaan gontai, perutku
sudah keruyukan minta diisi karena sedari pagi tadi belum ada sedikitpun yang
menjanggalnya. Aku bergegas menyimpan tas di kamar dan segera ke dapur.
Tiba-tiba diatas meja aku melihat secarik kertas yang bertuliskan
“Kakakku yang cantik, sudah pulang yah?
Pasti kakak lapar banget, J . Oh iya adik tadi pagi masak makanan kesukaan
kakak, dimakan yah kak, semoga kakak senang makan masakan adik” salam sayang
kakakku. Jangan suka marah-marah yah .
Kubuka penutup makanan diatas meja,
tercium aroma yang menggugah selera. “wah ayam panggang kesukaanku neh”
batinku. Akupun makan dengan rakus dan sangat lahap. Entah tiba-tiba saat nasi
dipiringku tinggal beberapa suap lagi, ada perasaan yang begitu menyesakkan
dalam dadaku. Perasaan yang arahnya entah dari mana. Aku tidak tahu apa yang
terjadi denganku. Tak terasa air mataku meleleh, aku teringat dengan adik
semata wayangku. Apakah dia sudah makan? Sedang apakah dia di tempat kerjanya?
Apakah dia tidak lelah seharian bekerja hanya untuk membiayai kulyahku.
Membiayai kuliyah seorang kakak yang tak pernah peduli kepadanya, seorang kakak
yang telah merampas waktu-waktu istrahatnya, seorang kakak yang tak secuilpun
mau memikirkan pengorbanan adiknya.
Akupun menangis meraung-raung, ingin
rasanya adikku cepat pulang dan tiba di rumah, maka aku akan mengasihinya
dengan sepenuh hati, aku tidak akan membentak-bentaknya, aku akan membantunya
membereskan pekerjaan rumah, aku akan ikut membanting tulang meringankan
penderitaanya demi membiayai kuliahku yang hampir putus di tengah jalan.
Entah kenapa aku begitu gelisah menunggu
kepulangan adikku, biasanya jam segini sudah pulang dan langsung membereskan
sisa-sisa piring kotor bekas makanan kakaknya yang tidak tau diri itu di atas
meja. Sudah sore begini dia belum juga menampakkan batang hidungnya.
Rasanya aku ingin berlari dan menyusul
dimana adikku bekerja, tapi aku tidak tahu dimana aku harus menyusulnya, tempat
kerjanya saja belum pernah aku lihat karena terlalu asik dengan urusan pribadi
saya. Aku sungguh sangat menyesal, hatiku begitu perih. Air mataku
terus-terusan meleleh. Hatiku sangat gelisah, aku sangat-sangat merindukan
adikku kembali saat ini ke rumah. Sholat maghribpun berlalu dan adikku belum
juga menampakkan batang hidungnya. Tak sedikitpun aku bernafas dengan perasaan
nyaman, dadaku semakin sesak. Ingin rasanya aku berlari dan terus berteriak
memanggil nama adikku, rasanya aku seperti ingin gila karena menyadari selama
ini kesalahan-kesalahan yang pernah kuperbuat kepada adik yang begitu tulusnya
mencintaiku. Namun aku hanya membalasnya dengan keegoisan, kejahatan , iri
hati, dengki dan tanpa perasaan belas kasihan.
Terdengar pintu diketuk seseorang, aku
fikir dia adikku, maka tanpa berfikir panjang aku melompat dari atas ranjang
dan bergegas membuka pintu dengan perasaan was-was..
“Nayla, ini buku kamu yang aku pinjam
tadi pagi,”
Ternyata itu adalah zakiyyah yang
meminjam catatan Biologiku tadi pagi,
“Iya makasih za, kamu masuk dulu di sini
biar aku bikinkan kamu teh dulu”
“Gak usah Nay, aku buru-buru kakakkaku
sudah menunggu aku di mobil”
Zakiyyah berlalu kemudian kurapatkan
pintu perlahan-lahan masih dengan perasaan was-was yang tiada taranya karena
sangat kefikiran dengan adikku. Akupun berjalan tertunduk lesu menuju kearah
kamarku. Namun tiba-tiba aku kembali tertegun kulihat kamar adikku tertutup
rapat-rapat tanpa adanya tanda-tanda kehidupan dari dalam kamar tersebut.
Kulangkahkan kaki kearah kamar yang
tidak pernah sedikitpun aku pedulikan selama ini, menyentuh pintu kamar itu aku
merasa sudah jijik apalagi kalau harus masuk kedalam kamar tersebut.
Tapi entah kenapa hari ini aku sangat
ingin masuk kedalam kamar tersebut. Kuputar gagang pintu kamar adikku
perlahan-lahan. Aku sedikit heran, ternyata didalam kamar tu terlihat sangat
adem, dengan cat yang berwarna biru langit, semua keadaan kamar tertata dengan
rapi, dan yang paling membuatku sesegukan di kamar itu tertempel begitu banyak
foto-fotoku, ada juga foto ayah dan ibu, tapi fotoku jumlahnya lebih banyak
daripada jumlah foto ayah dan ibu bahkan lebih banyak dari foto adikku sendiri
yang memiliki kamar ini.
Aku melirik ke atas meja adikku terlihat
begitu banyak buku-buku pelajaran yang belum pernah aku jamah sebelumnya,
jangankan aku jamah mengerti dengan bahasa bukunya saja sedikitpun tidak. Aku
hanya sedikit tahu kalau buku-buku itu berbahasa Jerman, karena terlihat jelas
tulisan “Deutchkur” yang menandakan itu adalah buku yang berbahasa Jerman. Aku
terheran-heran dengan semua ini, aku fikir adikku tidak sebego yang aku kira.
Aku melihat ada kotak sepatu yang belum
terlalu usang, perlahan-lahan kubuka kotak itu, ternyata isinya buku dengan
tulisan sampul depan
“Aufzeichnung taglich(Catatan Sehari-hari)”. Aku buka buku
itu perlahan ternyata itu diary adikku. Berikut adalah diary yang ada di dalam
buku adikku itu
25 Mei 2011
Aku selalu berharap kakak akan senang
jika aku siapakan sarapan, Tapi pagi itu kakak marah karena aku hanya
menyediakan lauk tempe, tahu dan ikan kering yang sudah digoreng. Aku sangat
kasihan dengan kakak. Memang kakak tidak cocok makanan seperti ini, di akan
alergi makan ikan kering, karena badannya akan gatal-gatal. Mulai saat ini aku
berjanji akan mencari uang yang banyak biar kakak bisa makan yang enak dan
tidak alergi lagi. Aku begitu mencintai kakak. Aku ingin melihatnya sukses
30 juni 2011
Kasian, kakak terlalu kecapean
sampai-sampai badannya panas banget, aku tidak tega karena semalaman kakak
tidak siuman dari tempat tidur, kupegang dahinya dan panasnya menusuk di
tanganku. Hatiku perih semalaman aku sholat dan berdoa di samping tempat tidur
kakak, semoga kakak cepat sembuh. Aku tidak rela kalau kakak sakit, aku tida
rela melihat kakak terbaring lemah dan tidak pernah makan mulai dari tadi pagi.
Ingin rasanya aku memeluk kakak, tapi aku takut kakak bangun dan marah
kepadaku. Aku hanya mencium kakak dan tidak terasa air mataku meleleh betapa
aku sangat menyayangi kakakku meskipun dia tidak pernah peduli denganku. Kak,
cepat sembuh yah…!11L
1 Juli 2011
Aku sedih melihat kakak menangis, ayah
tidak punya uang untuk membelikan kakak tas baru, semalaman dia mengurung diri
di kamarnya karena sangat menginginkan tas baru. Kugali celengan yang ada
didepan pintu belakang, kuhitung perlahan-lahan uang itu, ternyata itu cukup
untuk membeli tas baru yang diinginkan kakak. Aku bergegas dan berlari
sekncang-kencangnya untuk membeli tas itu.
Saya sangat bahagiah melihat kakak
memakai tas baru itu. Mata kakak terlihat berbinar-binar karena sudah punya tas
baru. Tak henti-hentinya kaka memuji tas baru tersebut. Saya tersenyum senang
melihat kakakku tersenyum. Aku juga ikut bahagiah kak melihatmu bahagiah J
8 Juli 2011
Hari ini ulang tahun kakak, aku belikan
dia jam baru. Aku tidak berani memberikan jam itu kepada kakak. Jadi jam itu
aku bungkus kemudian aku paketin. Saat aku melihat kakak memakai jam itu aku
buru-buru masuk kamar dan menangis sesegukan. Betapa kakak sangat menyukai
pemberianku, bahkan setiap jam itu lepas dan dia lupa mengambilnya, kakak akan
kalang kabut mencari jam tersebut. Aku senang kakak menyukai pemberianku,
betapa aku sangat bahagiah melihat kakakku bahagiah. J
3 agustus 2011
Aku sedih bapak meninggalkan aku dengan
kakak. Kulirik kakak yang sedang menangis karena kepergian bapak. Entah kenapa
aku lebih sedih melihat kakak menangis dibandingkan dengan aku sedih karena
kepergian bapak. Aku tidak berani memeluk kakak, takut nanti kakak marah dan
malu karena dipeluk aku. Aku hanya menenangkannya dengan kata-kata. Kakak
terlihat mulai tenang meskipun sesekali melamun karena shock dengan kepergian satu-satunya
tempat bergantung kami.
31 agustus 2011
Aku kalang kabut, saat kugali tanah yang
ada dipintu belakang uang yang aku kumpulkan setengah mati untuk membayar SPP
kakak hilang, raib entah kemana. Aku sangat bersedih. Kubayangkan kakak
dikeluarkan dari universitas karena tidak bisa membayar SPP, padahal dengan
susah payah kukumpulkan uang itu selama berbulan-bulan. Aku harus bagaimana
lagi, kemana aku harus mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat ini. Aku
semakin depresi saat aku pergi ke kampus kakak, ternyata dalam 2 minggu kakak
tidak membayar SPP maka dia akan dikeluarkan dari Universitas.
Aku teringat dengan sekotak perhiasan
yang pernah ibu titipkan kepadaku. Kuambil sebuah kalung dari ibu dengan berat
sekitar 10gram dan menjualnya demi membayar SPP kakak. Alhamdulillah aku bisa
memberikan kakak uang SPP untuk 3 bulan kedepannya. Sisanya aku akan membuatkan
kakak besok ayam panggang. Semoga kakak bahagiah J.
Aku tertegun, betapa jahatnya aku selama
ini. Akulah yang mencuri uang adikku yang ada di depan pintu belakang. Karena
aku adikku menjual perhiasan warisan dari ibu. Betapa rendahnya aku
dibandingkan dengan ketabahan yang adikku miliki. Dia begitu memperhatikan
semua kebutuhanku, hidupku, bahkan mengorbankan dirinya sendiri demi membiayai
semua keperluanku dan kesuksesanku. Tapi semua itu baru aku sadari, aku sangat
menyesal andai adikku tiba di rumah sekarang, aku akan memeluknya erat-erat dan
tidak akan menyia-nyiakan pengorbanannya lagi dan besok aku akan mengajaknya
bermain-main dipinngir pantai Losari sambil memancing seperti ketika ayah dan
ibu masih hidup.
Aku hanya bisa menitikkan air mata
karena sudah tengah malam adikku belum juga muncul. Aku tertidur di kamar
adikku, mataku sembab namun aku tidak sanggup menahan letih karena menangis
seharian. Hingga sekitar jam 3 subuh, aku merasa ada seseorang yang
mengelus-ngelus kepalaku. Perlahan-lahan meskipun sangat samar kubuka mataku
yang terasa berat karena tidak sempat cuci mata sewaktu tidur.
“Kak,!! Hanya suara itu yang aku dengar
Aku langsung terlonjak dan memeluk tubuh
itu erat-erat, tak ada kata yang sempat aku keluarkan selain hanya rindu ingin
memeluk sosok pahlawanku selama ini. Aku tumpahkan semua air mata di bahunya,
bahunya begitu kekar karena pekerjaan berat yang selama ini dijalaninya.
“Adikku maafkan kesalahan kakakmu selama
ini, aku sangat menyayangimu L” batinku.
Seolah-olah terjadi dialog batin antara
aku dan juga adikku
“sudahlah kak, jangan menangis yang
berlalu tidak perlu disesali, aku disini kak menemanimu, aku sangat sayang juga
sama kakak.”
Tangisku semakin menjadi-jadi, hingga
aku tidak sadarkan diri dan terus tertidur hingga sayup-sayup ada suara
ribut-ribut dari luar yang menyadarkanku dari tidur yang begitu melelahkan..
“Nayla…Nayla,, terdengar seseorang
meneriakiku dengan teriakan brutalnya
“iya ada apa?
“Nayla, adikmu,!!!!
“Iya kenapa dengan Rizki?
“Tadi malam waktu ada tambahan lembur,
dia tertimpa papan dari lantai delapan dan tidak pernah sadarkan diri. Dari
tadi malam dia sudah tidak sadarkan diri di rumah sakit. Maaf kami baru sempat
kesini soalnya banyak pekerjaan dan kendaran sangat susah diusahakan sampai
kesini
Aku merasakan bumi tempat berpijak
seperti runtuh, semua seperti kiamat, semua tinggal kenangan. “Aku mennagis dan
tak berhenti hingga tidak sadarkan diri.
Berkali-kali kupanggil nama adikku,
ternyata tadi malam itu hanya ilusi, atau betul adikku memang datang tapi itu
bukan adikku yang sebenarnya.
“Hatiku kabut, sedih, pilu, mengharu
biru bercampur menjadi satu. Semua berkecamuk di dalam dadaku dan terasa sesak,
disaat aku menyadari kesalahanku, disaat aku ingin memperbaiki kesalahanku,
disaat aku mulai menyayangi adik semata wayangku, disaat semua ingin aku rubah
menjadi lebih baik, namun Tuhan punya takdir yang lain, dia telah menyusun
scenario kita dalam tetapanNya, tak ada yang bisa mengubahnya jika dia sudah
datang.
Begitu pula dengan kepergian adikku, tak
ada yang bisa menolaknya. Aku teringat dengan lantunan lagu OPICK
“Bila waktu telah berhenti, teman sejati
tinggallah amal, bila waktu telah terhenti teman sejati tinggallah sepi”
Bukankah dalah surah Ali Imran ayat 185
mengatakan
“Kullu nafsing dzaaikatul maut”
“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan
mengalami yang namanya kematian”
Dan itulah yang telah adikku alami,
entah esok ataupun lusa aku, kamu dan kita semua akan mengalami hal yang sama.
Jadi bersiap-siaplah mempersiapkan bekal akhirat yang jauh lebih penting daripada bekal dunia.
Semoga kalian yang membaca bisa
meneladani sifat dari adikku, kalian yang sabar akan selalu bersama dengan yang
Maha Sabar. Kalian yang penyayang akan senantyasa membukakan fikiran bagi
jiwa-jiwa yang keras sepertiku. Yang penyayang akan sentyasa menjadi yang tersayang.
Jika anda ingin disenangi dan disayangi amalkanlah surah Ar-rahman dan
al-waqiah setiap selesai sholat maghrib dengan shoat subuh Insya allah
Barokallah fiy kum.
NB:
Terimakasih untuk seseorang yang namanya
telah kuabadikan dalam cerpen ini, semoga suatu hari nanti kita akan tetap
mempererat silaturrahmi. Semoga dirmu selalu dalam limpahan Rahmat, Taufik dan
KaruniaNya.
Makassar, 13 september 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar