Aku adalah seorang anak yang lahir dari sebuah Kota yang sangat
Indah, Hamparan bentangan alam dan luasnya perairan menambah indahnya suasana
senja disore itu dikota Tomohan, Provinsi Sulawesi Utara-Menado. Tiap sore, Aku
dan Adik semata wayangku Fahre berjalan-jalan disekitar gunug Lokon untuk
mengenang saat-saat indah ketika masih bersama almarhum Ibuku yang telah
mendahului semua yang mencitainya sejak 2 tahun yang lalu akibat tabrakan maut
yang dialaminya. Semua begitu perih aku lalui semenjak kepergian sosok yang
begitu aku butuhkan dan aku cintai itu. Tinggallah Aku, Fahre dan Ayahku.
Panggil saja aku Kayla. Pukul 06.30 aku menyiapkan sarapan untuk
ayah dan adikku Fahre, karena aku akan bergegas menuju kesekolah yang jaraknya
ditempuh selama setengah jam dari rumah dengan berjalan kaki. Dengan pelan
kutepuk pundak adikku Fahre yang tengah asyik mengamati buku-buku bergambar
yang baru aku belikan kemarin sore. Sedikit aku ceritakan tentang adikku Fahre.
Sekarang umurnya telah mencapai 11 tahun. Namun dari kecil dia tdak pernah
mengenyam yang namanya pendidika formal apalagi harus mengikuti program
pemerintah Wajib belajar 9 Tahun pada saat ini. Semua itu bukanlah karena
kemaunnya, bukan karena adikku malas atau nakal akan tetapi sejak kecil dia
terlahir menjadi anak yang cacat. Dia tuli. Orang tua mana sih didunia ini yang
menginginkan anaknya terlahir sebagai orang yang cacat? Semua itu tak pernah
kami sesali karena merupakan kehendak dariNya. Hingga pada saat aku
memanggilnya untuk sarapan maka aku hanya memberikan bahasa tubuh atau bahasa
isyarat. Pasti dia akan mengerti dengan hal tersebut.
Sarapan pagi ini begitu nikmat kurasakan meskipun hanya makan
bertiga tanpa seorang ibu, akan tetapi membuat kami bertiga tegar
menghadapinya. Hinga akhirnya aku tiba disekolah jam 07.10. Tinggal lima menit
lagi bel masukpun berbunyi. Terlihat Edy laki-laki yang selama ini diam-diam
kucintai masuk dengan gayanya yang adem. Dia pasti akan duduk dibarisan paling
pertama dan bangku nomor dua dari sebelah kanan. Aku telah menghafal gerak-geriknya,
gaya bicaranya dan tawanya yang khas masih tetap terekam indah didalam
memoriku. Bahkan saat mataku terpejam pun aku sudah bisa mengenal suaranya
tanpa harus melihat wajahnya. Dia begitu indah masuk dan menggorogoti
tulang-tulang persendianku. Namun cinta ini hanya aku simpan rapat-rapat
didalam hati dan tak pernah kubiarkan mendongak untuk memperlihatkan
sesungguhnya kepada orang tersebut. Lamunanku buyar saat teman-temanku yang
duduk bergerombol terhambur karena guru Biologi kami telah masuk kedalam
ruangan. Yah Hari itu akan ada micro teaching. Pak Anton Guru
Biologi kami akan mengacak Lima nama siswa untuk naik didepan siswa yang lain
dan seolah-olah berlagak jadi guru betulan untuk menerangkan materi yang
telah ditentukan sebelumnya. Peserta pertama adalah Rahmi. Dia menjelaskan
tentang Sel saraf yang merupakan sel yang berfungsi untuk membawa impuls-impuls
saraf dan bereaksi pada perubahan lingkungan. Peserta ke dua sampai ke empatpun
semuanya berhasil menjalani micro teaching dan tentunya menjawab
pertanyaan-pertanyaan teman-teman yang lain dengan mudah, karena mereka baku
atur dibawah sebelum naik menjelaskan akan tetapi peserta yang terakhir membuat
jantungku hampir melonjak keluar dari tubuhku. Sungguh lebbay.
“Kayla, adalah peserta micro teaching terakhir
pada kesempatan kali ini ucap pak Anton mengagetkanku. Yah dengan langkah yang
kubuat seolah-olah kuat, kulangkahkan kakiku dengan mantap menuju kepapan
tulis, kemudian dengan lagak sok siap menjalani ini aku kemudian mulai
menjelaskan mengenai Fotosintesis yang telah ditetapkan oleh Pak Anton.“Fotosintesis
adalah suatu mekanisme penyusunan energy pada tanaman berklorofil dengan
bantuan cahaya matahari melalui reaksi-reaksi oksidasi”. Aku
menjelaskan reaksi Fotosintesis secara lengkap mulai dari mekanismenya, tempat
terjadinya sampai hasilnyapun telah aku jelaskan dengan bahasa yang lugas dan
mantap, nah sekarang sesi Tanya jawabpun tiba. “bagi teman-teman yang merasa
belum jelas dengan materi yang telah saya sampaikan tadi silahkan mengacukan
tangan dan bertanya”, umpanku seolah-olah menantang teman-teman yang telah
menjadi audiens dan sedikit telah aku kuasai keadaanya. “Aku! Tiba-tiba kulihat
orang yang duduk dibarisan paling depan bangku nomor dua dari sebelah kanan
mengacukan telunjuknya, membuatku kaget dan mukaku sepertinya mau bersemu merah
tapi kutahan agar tidak nampak dimatanya Dia. “iya, silakan kepada
saudara Edy untuk bertanya,” ucapku dengan menguatkan hati ini agar tidak
goyah.
“Fotosintesis kan membuat daun berwarna hijau, nah jadi
bagaimana dengan daun yang berwarna kuning apakah dia tidak berfotosintesis
lagi? Dan apakah penyebab daun tersebut menjadi kuning?
Pertanyaan itu membuatku lega, untung aku pernah membaca
buku-buku mengenai fotosintesis jadi dengan kemantapan hati aku mulai menjawab
pertanyaan itu.
“iya benar tadi kata saudara Edy bahwa fotosintesis membuat daun
berwarna hijau karena mengandung klorofil yaitu pigmen yang berwarna hijau pada
daun. Nah mengenai daun yang sudah layu atau berwarna kuning bahkan cokelat itu
dkarenakan karena produktifitas fotosintesisnya tidak lagi normal atu bisa
dikatakan berhenti, akan tetapi hal itu bukan hanya disebabkan karena daun
sudah tidak mengalami fotosintesis lagi akan tetapi factor lain yang
menyebabkan daun itu tidak lagi berwarna hijau dan layu juga disebabkan pula
oleh jamur yang biasa kita sebut dengan nama Ptypora investan,
jamur ini menyerang daun hingga menyebabkan daun tidak mampu untuk
berfotoisntesis lagi, selain itu daun terlihat layu karena kekurangan Magnesium
(Mg) sehingga itulah yang menyebabkan daun menjadi kuning”.
“Bagaimana dengan saudara Edy?
Dengan gaya yang sedikit nakal membuatku tersipu malu, Edy
mengerlingkan matanya sambil berkata “perfect! Saya sudah bisa menerimanya.
Teman-teman yang lain terdengar bertepuk tangan, namun tak kuhiraukan karena
aku masih mencoba mengingat kerlingan mata Edy yang membuatku hampir jatuh
pingsan, aku jadi Geeee—eeeeeR dibuatnya.
Hingga larut malampun Aku belum bisa
memejamkan mata ini karena seakan terhipnotis dengan kerlingan mata nakal itu
yang masih bermain-main dipelupuk mataku. Aku tiba-tiba kaget, lamunanku buyar
ternyata Fahre mengigau memanggil-manggil Ibuku, aku kemudian berlari menuju
kamar Adikku itu, lalu kuusap kepalanya, “Astaga Re kamu sakit? Kepalanya sangat
panas, dengan penuh kasih sayang aku mengompres kepalanya. Tubuh kurus Adiku
terlihat terkulai, Aku menitikkan air mata mengingat almarhum ibuku yang selalu
menjaga kesehatan kami dan tidak pernah membiarkan kami berdua sakit. Namun
semenjak kepergian ibu, adikku sering sakit-sakitan dan sering mengigau tak
karuan setiap jam 01.0 dini hari. Sudah 3 hari ini adikku mengigau tepat jam
01.00 dini hari. Akupun seringkali tidak tidur, mengigat kondisi adikku semakin
parah, sementara Ayahku juga tidak sanggup mencarikan kami nafkah lagi kecuali
hanya mengandalkan gaji pensiunannya sebagai guru SD, itu disebabkan karena dia
sudah cukup umur untuk tidak bekerja keras demi menjaga kesehatannya juga.
Akupun tertidur disamping Adikku yang keadaanya terlihat membaik setelah
kukompres. Pagi harinya adikku seperti sangat bugar, namun ada satu hal yang
membuatku merasa perih ketika pagi itu adikku melihat sebuah iklan masakan, dia
terus menunjuk-nunjuk masakan itu sambil bilang mau makan begitu, hingga adikku
mengulang kata-katanya 3 kali maka akupun memberikan isyarat, bahwa pulang dari
sekolah nanti aku akan singgah membelikannya diwarung disamping sekolah,
Fahrepun sangat senang melihatku memberikan isyarat itu. Dengan sarapan yang
ala kadarnya dia terlihat bersemangat makan seolah-olah dia tidak pernah sakit
tadi malam.
Kulangkahkan kaki ke kamar kuambil sebagian isi tabunganku untuk
menyenangkan hati Adikku yang begitu kucintai, yah pulang sekolah nanti Aku
akang singgah membelikan Bakso granat diwarung mang Ujank orang Sunda itu.
Sebelum berangkat kesekolah adikkupun tertawa dan terlihat sangat riang, dia
terus mengingatkan makanan yang sangat ingin dimakannya karena melihat iklan
masakannya di TV. Akupun tertawa dan mengusap kepala adikku. Diapun mencium
tanganku sambil memelukku, hatiku terenyuh karena tak biasanya Fahre seperti
itu. Tapi aku fikir Fahre terlalu senang karena aku akan membelikan Bakso
granat untuknya, dia memberiku kado kecil yang membuatku sedikit kaget, namun
tidak langsung kubuka kado tersebut, aku bertanya dengan memberinya isyarat
bahwa kado itu untuk apa? Diapun menarikku melihat kalender, Ya ampun ini
tanggal 10 february “yah hari in adalah ulang tahunku”. Hatiku membatin. Akupun
balik mememeluk Adikku. Tak terasa air mataku meleleh, meskipun dengan segala
keterbatasannya Adikkupun mengingat hal yang satu ini, membuatku begitu sangat
menyayanginya. Fahrepun tersenyum dia melambaikan tangan saat aku keluar dari
pintu rumah. Lambaian yang membuatku menitikkan air mata perih, seakan tak ingin
rasanya aku kesekolah hari ini karena ingin bersama Fahre dan ayah dirumah
saja.
Namun kukuatkan hati itu dengan membalas lambaian Fahre itu
diiringi senyum simpul namun perih. Selama pelajaran berlangsung dikelas,
hatiku tidak tenang memikirkan Fahre dan makanan pesananya. Aku tidak
konsentrasi mengikuti pelajaran, hatiku terus berdebar-debar entahlah apa yang
membuatku seperti ini, tidak seperti biasanya aku merasakan hal ini. Sesekali
terlihat orang yang duduk dibarisan paling depan bangku nomor dua dari sebelah
kanan berbalik kearahku namun tak jua aku hiraukan balikan tersebut. Hingga jam
13.00 Bel tanda pulangpun berdering, dengan tergesa-gesa aku berlari keluar
dari ruangan kelas bergegas kewarung Mang Ujank Untuk membeli pesanan Adikku.
“Cepat yah Bang,! Ucapku tergesa-gesa “Iya neng, sabar pisan
atuh, logat Sundanyapun keluar. Setelah membayar bakso granat pesanan Fahre
tersebut, belum sempat aku berbalik, tiba-tiba terdengar orang berteriak-teriak
menangis sambil berhamburan, lari….lari…lari….Lokon meletus, aku terhenyak, Aku
berlari kearah teriakan itu teringat Fahre dan Ayahku yang berada di rumah.
Akupun menangis sejadi-jadinya sambil berlari menabrk haluan orang yang berlari
karena menghindari kawah Tompaluan dari gunung Lokon, namun ternyata dibalik
kehisterianku seseorang malah mengejarku, akupun berlari seperti kesetanan
karena memikirkan Fahre dan Ayahku yang masih berada di rumah. Aku memikirkan
fahre yang tuli, dan Ayah yang tidak bisa bergerak. Air mataku menetes, dan
bakso pesanan adikkupun masih berada digenggamanku. “Kayla !” teriak sesorang
dari belakang. Entah apa yang terjadi ketika semuanya menjadi gelap, tubuh
itupun meraihku.
Setelah sadar akupun histeris memanggil nama Fahre dan Ayahku,
Seorang laki-lakipun menenangkanku, Laki-laki itu adalah Edy. Kayla, Kayla
sadar Kayla tangan itu mengguncang tubuhku ternyata Aku berada disebuah kamar
kecil namun bersih dan rapi. Tubuh itupun memelukku karena melihatku terisak
seperti orang kesetanan. Akupun memanggil-manggil nama Fahre dan Ayahku, dan
lagi-lagi Edy menenangkanku dengan memelukku erat-erat dan membenamkan wajahku
didadanya. Setelah tenang akupun berlari keluar tanpa mempedulikan keadaan
sekitar, Edypun mengejarku. Aku berlari sekencang-kencangnya karena ingin
sampai dirumah, Bakso Adikkupun masih kugenggam namun sudah dingin, rasanya
ingin cepat sampai dirumah dan melihat Fahre makan dengan lahap. Pelukan Fahre
masih terasa dan lambaiannya masih terekam jelas diingatanku tadi pagi. Edypun
berlari mengikutiku namun lariku masih lebih kencang sehingga dia hanya
menyusulku. Belum sampai di rumah jantungkupun berdegup kencang terlihat
rumahku seperti berasap dari kejauhan karena kawah Gunung Lokon, akupun
menangis sejadi-jadinya. Kulihat pintu rumah terbuka dan dilantai setinggi lutut
masih ada kawah namun sudah tidak panas lagi. Aku berhambur dikamar Fahre namun
Fahre tidak ada dikamarnya. Setelah masuk dikamar almarhum ibu, aku hampir
pingsan terlihat Fahre dan Ayahku baring berhadapan terendam kawah panas itu.
Tangiskupun pecah, masih kupegang bakso dari Mang Ujank pesanan Fahre, terekam
dipelupuk mataku Fahre menunjuk iklan masakan yang dilihatnya tadi pagi.
Terekam dibenakku Fahre memelukku dan lambaian tangannya masih bermain
dipelupuk mataku. Kini tak ada lagi siapa-siapa dalam hidupku. Ayahku. Ibuku
bahkan adik semata wayangku kini telah meninggalkanku, dera tangiskupun masih
terus terdengar saat pemakaman Fahre dan Ayahku.
Seperti semua semangat hidupku hilang begitu saja tersapu
gelombang penderitaan ini. Edy masih setia menemaniku disela isak tangisku. Dia
terus menghiburku hingga masa berkabung 7 hari itupun lewat. Selama itupun aku
tinggal dikotsan Edy sementara Edy bermalam disebelah kostnya. Belum bisa aku
melupakan kesedihan ini, saat kuraih tas sekolahku kulihat kado Fahre masih
belum aku buka. Dengan terburu-buru aku membuka hadiah ulang tahun dari Adikku
itu. Sebuah surat dan sebuah bola dari anyaman daun kelapa yang masih hijau
berada didalam kotak itu. Akupun kembali menitikkan air mata, kubuka surat itu
perlahan-lahan, Aku kaget melihat tulisan fahre yang sangat rapi dan indah dan
kata-katanyapun seperti orang yang pernah mengenyam pendidikan
disekolah..akupun membaca surat itu…
Dear Kakakku yang tercinta,,
Mungkin Kakak tidak pernah percaya kalau aku bisa
menulis, dan mungkin tidak percayanya lagi tulisan Fahre lebih indah dari
tulisan kakak yang seperti cakar ayam itu. Hehhehe jangan cemberut dong kakak,
masa dihari ulang tahun kakak yang begitu indah ini kakak harus bersedih seh.
Fahre cuman mau bilang kalau Fahre sangat sayang sama Kakak. Fahre ingin
lindungi Kakak sampai tetesan darah penghabisan sekalipun. Fahre ingin melihat
suatu hari nanti Kakak bisa sukses meskipun harus bersusah payah. Aku tahu
Kakak adalah orang yan paling tegar di dunia ini, makanya Fahre sangat sayang
sama Kakak, Kakak selalu memperhatikan Fahre setiap saat. Tapi Kakak harus
janji yah Kalau misalnya Fahre tidak temanin Kakak lagi nantinya, Kakak janji
yah sama Fahre, Kakak harus semangat, makan yang banyak, selalu ceria kayak
dulu. Jangan sedih lagi yah Kak.
Oh iya hampir lupa itu bola dari anyaman bambu, masih
ingatkan kalau kakak pernah ajarin aku buat bola itu? Yah aku sudah bersusah
payah mengulanginya hingga bola kesepuluh baru hasilnya sebagus itu. Seperti
ulang tahun Kakak Kan hari ini tanggal 10? Hmmm Fahre berharap dihari yang
indah ini Kakak tidak bersedih, Ayo dong kak tersenyum. Fahre pingin lihat
senyum Kakakku tercinta untuk yang terakhir kalinya. Semoga Allah melindungi
Kakak. Fahre akan selalu merindukan Kakak di manapun Fahre berada. Peluk cium
selalu dari Adikmu. Aku sayang padamu Kak.
Adikmu
Fahre
“Aku juga sangat menyayangimu Adikku, batinku”. Kulipat Surat
itu rapat-rapat dan kusimpan didalam kotak kecil semula bersama bola dari daun
kelapa itu. Yah Adikku dan Ayahku pergi meninggalkanku di hari ulang tahunku.
Air matakupun menetes tak terperikan lagi. Dalam tangis itu kukirimkan doa
untuk mereka yang telah mendahuluiku. Adikku, Ayah, Ibu, semoga kalian bahagiah
disisiNya. Aku akan merindukan kalian. HasbunAllah wani’mal wakiel,
ni’mal maula wani’mal nnasier (Cukuplah Allah yang menjadi sebaik-baik
penolong).
Kutulis cerita ini terinspirasi dari Meletusnya Gunung Lokon di
Menado-Sulawesi Utara pada tanggal 10 February 2012. Kawah tompaluan pada
Gunung Lokon merembes ke arah Tenggara sejauh 2000m mengenai kota Tomohon.
karya nur samawiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar