Umat Islam memiliki etika tertentu dalam pergaulan antara
perempuan dan laki-laki sesuai dengan aturan yang telah digariskan. Etika
tersebut harus betul-betul menancap dalam akal pikiran, kesadaran dan hati kita, sebab hal itu
berkaitan dengan kebenaran pemahaman terhadap martabat perempuan sebagai
manusia, sebagaimana ditetapkan oleh syariat. Selain itu, syariat telah
menanamkan dalam hati manusia rasa santun, lemah lembut, dan kasih sayang kepada
kaum perempuan. Hal yang mempertajam rasa santun, lemah lembut, dan belas kasih
pada kaum perempuan di kalangan umat Islam telah dicontohkan Rasulullah saw.
dalam memperlakukan istri, anak perempuan, istri-istri kaum muslimin, dan perempuan
nonmuslim.
1. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Istri
Pertama, membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya. Aisyah
pernah ditanya: "Apa yang dilakukan Nabi saw. di rumahnya?" Aisyah
menjawab: "Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya."
(HR Bukhari)
Kedua, mengajak istri-istrinya jika bepergian. Aisyah berkata:
"Biasanya Nabi saw. apabila ingin melakukan suatu perjalanan, beliau
melakukan undian di antara para istri. Barangsiapa yang keluar nama/nomor
undiannya, maka dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah saw.' (HR Bukhari dan
Muslim)
Ketiga, menyambut kedatangan istri ketika beliau melakukan
i'tikaf. Shafiyyah, istri Nabi saw., menceritakan bahwa dia datang mengunjungi
Rasulullah saw. ketika beliau sedang melakukan i'tikaf pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. Dia berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian
berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut berdiri untuk mengantarkannya."
(Dalam satu riwayat dikatakan: "Nabi saw. berada di
masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian kita pergi (pulang).
Lantas Nabi saw. berkata kepada Shafiyyah binti Huyay, 'Jangan terburu-buru, agar aku dapat pulang
bersamamu'") (HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, keberatan menerima undangan makan kecuali dengan
istrinya. Anas mengatakan bahwa tetangga Rasulullah saw. -seorang Persia-
pintar sekali membuat masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan
gulai yang enak untuk Rasulullah saw. Lalu datang menemui Rasululiah saw untuk
mengundang makan. Beliau bertanya: "Bagaimana dengan ini? (maksudnya
Aisyah)." Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah saw. berkata:
"(Kalau begitu) aku juga tidak mau." Orang itu kembali mengundang
Rasulullah saw. Rasulullah saw. bertanya: "Bagaimana dengan ini?"
Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah kembali berkata: "Kalau
begitu, aku juga tidak mau." Kemudian, orang itu kembali mengundang
Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. kembali bertanya: "Bagaimana dengan
ini?" Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu mengatakan: "Ya."
Akhirnya kita bangun dan segera berangkat ke rumah laki-laki itu." (HR
Muslim)
Kelima, menyediakan tempat duduk yang empuk di atas kendaraan
istrinya dan menjadikan lututnya sebagai tangga istrinya untuk naik ke atas
kendaraan. Dari Anas, dia berkata: "Kemudian kami pergi menuju Madinah
(dari Khaibar). Aku lihat Nabi saw. menyediakan tempat duduk yang empuk dari
kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian beliau duduk di samping
untanya sambil menegakkan lutut beliau dan Shafiyyah meletakkan kakinya di atas
lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut." (HR Bukhari)
Keenam, beliau menawari istrinya menyaksikan permainan
orang-orang Habasyah dan ikut berdiri menonton sampai istrinya minta pulang.
Dari Aisyah, dia berkata: "Pada suatu hari raya orang-orang berkulit hitam
mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang
meminta atau Nabi saw. sendiri yang berkata padaku: 'Apakah aku ingin
melihatnya?'Aku jawab: 'Ya.' Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya.
Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata: 'Teruskan main kalian, wahai
Bani Arfidah (julukan orang-orang Habsyah)' Hingga ketika aku sudah merasa
bosan beliau bertanya: 'Apakah kamu sudah puas?'Aku jawab: 'Ya.' Beliau
berkata, 'Kalau begitu, pergilah'" (HR Bukhari dan Muslim)
2. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Anak
Perempuan
Berdiri menyambut kedatangan putrinya lalu menciumnya dan
mendudukkan di sebelahnya. Aisyah r.a. berkata, ”Fathimah datang dengan
berjalan kaki. Jalannya persis seperti cara berjalan Nabi saw. Nabi saw.
berkata kepadanya, 'Selamat datang putriku.' Kemudian beliau mendudukkannya di
sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dikatakan:
"Setiap Fathimah datang menemui Nabi saw., beliau biasanya berdiri
menyambut kedatangannya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduk
beliau."
3. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Perempuan
Muslimah
Pertama, ketika mendengar
tangisan bayi dalam masjid, Nabi saw. memperpendek shalatnya demi menjaga
perasaan ibunya. Anas bin
Malik mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Aku sudah mulai melaksanakan
shalat dan bermaksud memanjangkannya. Lalu aku mendengar tangisan seorang bayi,
maka aku sengaja memendekkan shalatku karena aku dapat merasakan betapa
gelisahnya hati seorang ibu karena gangguan tangisan bayinya." (HR Bukhari
dan Muslim)
Kedua, menunggu sejenak seusai shalat bersama kaum laki-laki
agar jamaah perempuan bisa pulang lebih dahulu. Ummu Salamah r.a. berkata:
"Biasanya Rasulullah saw. seusai mengucapkan salam, kaum perempuan
bergegas berdiri. Beliau menunggu sejenak sebelum berdiri (untuk pulang)."
Ibnu Syihab berkata: "Aku berpendapat, tetapi Allah lebih tahu, bahwa Nabi
saw. diam sejenak itu adalah supaya kaum perempuan habis keluar sebelum
tersusul oleh kaum laki-laki yang ingin pulang." (HR Bukhari)
Ketiga, menganjurkan para ibu supaya mengajak anak-anak gadisnya
dan perempuan haid untuk ikut meramaikan pesta hari raya. Ummu Athiyyah
berkata: "Aku mendengar Rasulullah sw. bersabda: 'Hendaklah kalian
keluarkan anak-anak gadis, perempuan-perempuan yang dipingit, serta perempuan
haid agar kita bisa menyaksikan hari baik dan nasihat-nasihat orang-orang
mukmin; dan hendaklah perempuan haid agak menjauh dari tempat shalat.'"
(HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, Nabi saw. mengira bahwa jamaah perempuan tidak bisa
mendengar khotbah beliau, lalu beliau menuju kelompok kaum perempuan dan
memberikan nasihat khusus kepada mereka. Kelima, Nabi saw. berdiri lama
menyambut kedatangan perempuan-perempuan Anshar dan menyatakan cinta beliau
kepada kaum mereka. Keenam, menyarankan kepada kusir kendaraan supaya
berjalan perlahan demi mempertimbangkan kemampuan fisik kaum perempuan. Ketujuh,
merasa kasihan kepada seorang perempuan yang sedang memanggul biji-biji kurma
sehingga beliau menderumkan untanya untuk memboncengkan perempuan itu di
belakangnya.
Kedelapan, mengizinkan Utsman ibnu Affan r.a. untuk tidak
mengikuti Perang Badar guna menjaga istrinya yang sedang sakit. Ibnu Umar
berkata: "Adapun keikutsertaan Utsman dari Perang Badar adalah karena
istrinya, yaitu putri Rasulullah saw. sedang sakit. Rasulullah saw. berkata
kepadanya: 'Sesungguhnya bagimu pahala orang yang mengikuti Perang
Badar.'" (HR Bukhari)
Kesembilan, menyuruh seorang laki-laki mengurungkan niatnya
untuk pergi berjihad guna menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan
haji. Ibnu Abbas r.a. berkata:
"Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah, aku ingin pergi bersama
pasukan ini dan ini (dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Sesungguhnya aku terkena
kewajiban untuk mengikuti pasukan ini dan ini') sementara istriku ingin
menunaikan ibadah haji.' Nabi saw. berkata: 'Pergilah kamu bersamanya (istrimu).'" (HR Bukhari
dan Muslim)
Kesepuluh, merasa menyesal ketika seorang perempuan
dikuburkan tanpa sepengetahuan beliau; lalu beliau pergi bersama beberapa orang
sahabat untuk menyalatinya. Abu Hurairah mengatakan bahwa seorang laki-laki
atau perempuan hitam pernah bekerja sebagai tukang sapu masjid (dalam satu
riwayat dikatakan: "Aku kira bahwa dia adalah seorang perempuan").
Kemudian dia meninggal. Lalu Rasulullah saw. menanyakannya. Para sahabat
memberitahu: "Dia sudah meninggal." Nabi saw. berkata: "Mengapa
kalian tidak memberitahuku tentang kematiannya? Sekarang tunjukkan kepadaku di
mana kuburannya. Nabi saw. mendatangi kuburannya, lalu menyalatinya." (HR
Bukhari dan Muslim)
4. Teladan Nabi saw. dalam memperlakukan Perempuan
Nonmuslim
Pertama, tidak menghiraukan cemoohan seorang perempuan. Jundub
bin Abu Sufyan r.a. berkata: "Rasulullah saw. sakit sehingga beliau tidak
bisa mengerjakan shalat malam dua atau tiga malam. Lalu datang kepadanya
seorang perempuan dan berkata: 'Wahai Muhammad, aku benar-benar berharap semoga
setanmu telah meninggalkanmu. Aku tidak pernah melihatnya mendekatimu sejak dua
atau tiga malam terakhir ini.' Lantas Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
'Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi,
Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu.'" (HR
Bukhari dan Muslim)
Kedua, mempertimbangkan keadaan dua orang perempuan yang
sedang ketakutan. Abu Dzar r.a. berkata: "Pada suatu malam purnama yang
sangat cerah, penduduk Mekah tertidur lelap dan tidak ada seorang pun di antara
kita yang melakukan thawaf di sekitar Ka'bah. Ada dua sosok perempuan dari
penduduk setempat yang sedang memohon kepada Isafa dan Na'ilah (nama berhala).
Lalu kita berangkat sambil menggerutu dan berkata: 'Andaikan saja ada di sini
salah seorang dari orang-orang kita.'"Abu Dzar berkata: "Rasulullah
saw. dan Abu Bakar bertemu dengan kita ketika kita sedang turun. Rasulullah
saw. bertanya: 'Ada apa dengan kalian?' Kita berkata: 'Ada penyembah berhala
antara Ka'bah dan tutup (sitar)nya.' Rasulullah saw. bertanya: 'Apa yang dia
katakan kepada kalian.' Kita menjawab: 'Dia mengatakan kata-kata yang sangat
menyebalkan (kotor)."' (HR Muslim)
Ketiga, menerima hadiah seorang perempuan
kemudian memaafkannya meskipun hadiahnya berupa makanan yang diracuni. Anas bin
Malik r.a. mengatakan bahwa seorang perempuan Yahudi datang kepada Nabi saw.
dengan membawa hadiah seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Rasulullah saw.
memakan sedikit darinya. Setelah beliau mengetahuinya, perempuan tersebut
dibawa menghadap beliau dan ditanya tentang racun tersebut. Para sahabat
bertanya kepada beliau: 'Apakah kami boleh membunuhnya?' Rasulullah saw.
menjawab: 'Tidak.' Dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Lalu perempuan itu dibawa
menghadap Rasulullah saw. Lalu beliau menanyakan masalah racun kepada perempuan
tersebut, perempuan itu mengakui: 'Aku memang bermaksud membunuhmu.' Rasulullah
saw. berkata: 'Allah tidak akan memberikan kekuasaan kepadamu untuk melakukan
hal itu.'" (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat, beliau melarang membunuh perempuan
dalam peperangan. Ibnu Umar r.a. berkata: "Aku menemukan seorang perempuan
yang terbunuh pada salah satu peperangan Rasulullah saw. Lantas Rasulullah saw.
mengeluarkan larangan membunuh kaum perempuan dan anak-anak." (HR Bukhari
dan Muslim).
Kelima, beliau tidak mau mencaci seorang
perempuan; beliau bahkan mendoakannya supaya mendapat hidayah. Abu Hurairah
berkata: "Aku mengajak ibuku yang masih musyrik untuk masuk Islam. Suatu
hari dia menjelek-jelekkan Rasulullah saw. di hadapanku. Tentu saja aku merasa
tidak senang. Aku menemui Rasulullah saw. sambil menangis dan berkata kepada
beliau: 'Wahai Rasulullah, aku mengajak ibuku masuk Islam, namun dia menolak.
Bahkan dia menjelek-jelekkanmu. Tentu saja aku merasa tidak senang. Doakanlah
kepada Allah semoga Dia berkenan memberikan petunjuk kepada ibuku.' Rasulullah
saw. berdoa: 'Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibunya Abu Hurairah.' Aku
pulang dengan perasaan gembira karena Nabi saw. telah mendoakannya. Ketika aku
datang (ke rumah)... ibuku membukakan pintu rumah, kemudian dia berkata: 'Wahai
Abu Hurairah, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad
itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.'" (HR Muslim)
Dikutip dari buku ”Kebebasan Perempuan (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah)
karya Abdul Halim Abu Syuqqah
(Penerjemah: Drs. As'ad Yasin). Juni 1998. Penerbit Gema Insani Press
MENELADANI PERILAKU NABI MUHAMMAD SAW
DALAM BERINTERAKSI DENGAN PEREMPUAN
1. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Istri
Pertama, membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya. Aisyah
pernah ditanya: "Apa yang dilakukan Nabi saw. di rumahnya?" Aisyah
menjawab: "Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya."
(HR Bukhari)
Kedua, menyambut kedatangan istri
ketika beliau melakukan i'tikaf. Shafiyyah, istri Nabi saw., menceritakan bahwa
dia datang mengunjungi Rasulullah saw. ketika beliau sedang melakukan i'tikaf
pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dia berbicara dekat beliau beberapa
saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut berdiri untuk
mengantarkannya." (Dalam satu riwayat dikatakan: "Nabi saw. berada di
masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian kita pergi (pulang).
Lantas Nabi saw. berkata kepada Shafiyyah binti Huyay, 'Jangan terburu-buru, agar aku dapat pulang
bersamamu'") (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, keberatan menerima undangan makan kecuali dengan
istrinya. Anas mengatakan bahwa tetangga Rasulullah saw. -seorang Persia-
pintar sekali membuat masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan
gulai yang enak untuk Rasulullah saw. Lalu datang menemui Rasululiah saw untuk
mengundang makan. Beliau bertanya: "Bagaimana dengan ini? (maksudnya
Aisyah)." Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah saw. berkata:
"(Kalau begitu) aku juga tidak mau." Orang itu kembali mengundang
Rasulullah saw. Rasulullah saw. bertanya: "Bagaimana dengan ini?"
Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah kembali berkata: "Kalau
begitu, aku juga tidak mau." Kemudian, orang itu kembali mengundang
Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. kembali bertanya: "Bagaimana dengan
ini?" Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu mengatakan:
"Ya." Akhirnya kita bangun dan segera berangkat ke rumah laki-laki
itu." (HR Muslim)
Keempat, beliau menawari istrinya menyaksikan permainan
orang-orang Habasyah dan ikut berdiri menonton sampai istrinya minta pulang.
Dari Aisyah, dia berkata: "Pada suatu hari raya orang-orang berkulit hitam
mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang
meminta atau Nabi saw. sendiri yang berkata padaku: 'Apakah aku ingin
melihatnya?'Aku jawab: 'Ya.' Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya.
Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata: 'Teruskan main kalian, wahai
Bani Arfidah (julukan orang-orang Habsyah)' Hingga ketika aku sudah merasa
bosan beliau bertanya: 'Apakah kamu sudah puas?'Aku jawab: 'Ya.' Beliau berkata,
'Kalau begitu, pergilah'" (HR Bukhari dan Muslim)
2. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Anak Perempuan
dan pembantunya
Berdiri menyambut kedatangan putrinya lalu menciumnya dan
mendudukkan di sebelahnya. Aisyah r.a. berkata, ”Fathimah datang dengan
berjalan kaki. Jalannya persis seperti cara berjalan Nabi saw. Nabi saw.
berkata kepadanya, 'Selamat datang putriku.' Kemudian beliau mendudukkannya di
sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam
riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dikatakan: "Setiap Fathimah
datang menemui Nabi saw., beliau biasanya berdiri menyambut kedatangannya,
menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduk beliau."
Menganggap pembantunya saudara. Memanggil dengan
panggilan hormat, dan mendoakan. Untuk Anas bin malik .”Wahai anakku..
mendoakan, ya allah berilah anas rezeki, dan berkahilahhidupnya.
3. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Perempuan
Muslimah
Pertama, ketika mendengar tangisan bayi dalam masjid, Nabi saw.
memperpendek shalatnya demi menjaga perasaan ibunya. Anas bin Malik mengatakan
bahwa Nabi saw. bersabda: "Aku sudah mulai melaksanakan shalat dan
bermaksud memanjangkannya. Lalu aku mendengar tangisan seorang bayi, maka aku
sengaja memendekkan shalatku karena aku dapat merasakan betapa gelisahnya hati
seorang ibu karena gangguan tangisan bayinya." (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, menunggu sejenak seusai shalat bersama kaum laki-laki
agar jamaah perempuan bisa pulang lebih dahulu. Ummu Salamah r.a. berkata:
"Biasanya Rasulullah saw. seusai mengucapkan salam, kaum perempuan
bergegas berdiri. Beliau menunggu sejenak sebelum berdiri (untuk pulang)."
Ibnu Syihab berkata: "Aku berpendapat, tetapi Allah lebih tahu, bahwa Nabi
saw. diam sejenak itu adalah supaya kaum perempuan habis keluar sebelum
tersusul oleh kaum laki-laki yang ingin pulang." (HR Bukhari)
Ketiga, menganjurkan para ibu supaya mengajak anak-anak
gadisnya dan perempuan haid untuk ikut meramaikan pesta hari raya. Ummu
Athiyyah berkata: "Aku mendengar Rasulullah sw. bersabda: 'Hendaklah
kalian keluarkan anak-anak gadis, perempuan-perempuan yang dipingit, serta
perempuan haid agar kita bisa menyaksikan hari baik dan nasihat-nasihat
orang-orang mukmin; dan hendaklah perempuan haid agak menjauh dari tempat
shalat.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, mengizinkan Utsman ibnu Affan r.a. untuk tidak
mengikuti Perang Badar guna menjaga istrinya yang sedang sakit. Ibnu Umar
berkata: "Adapun keikutsertaan Utsman dari Perang Badar adalah karena
istrinya, yaitu putri Rasulullah saw. sedang sakit. Rasulullah saw. berkata
kepadanya: 'Sesungguhnya bagimu pahala orang yang mengikuti Perang
Badar.'" (HR Bukhari)
Kelima, menyuruh seorang laki-laki mengurungkan niatnya
untuk pergi berjihad guna menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan haji.
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah,
aku ingin pergi bersama pasukan ini dan ini (dalam riwayat Muslim dikatakan:
'Sesungguhnya aku terkena kewajiban untuk mengikuti pasukan ini dan ini')
sementara istriku ingin menunaikan ibadah haji.' Nabi saw. berkata: 'Pergilah
kamu bersamanya (istrimu).'" (HR Bukhari dan Muslim)
4. Teladan Nabi saw. dalam memperlakukan Perempuan
Nonmuslim
Pertama, tidak menghiraukan cemoohan seorang perempuan. Jundub
bin Abu Sufyan r.a. berkata: "Rasulullah saw. sakit sehingga beliau tidak
bisa mengerjakan shalat malam dua atau tiga malam. Lalu datang kepadanya
seorang perempuan dan berkata: 'Wahai Muhammad, aku benar-benar berharap semoga
setanmu telah meninggalkanmu. Aku tidak pernah melihatnya mendekatimu sejak dua
atau tiga malam terakhir ini.' Lantas Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi:
'Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi,
Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu.'" (HR Bukhari
dan Muslim)
Kedua, menerima hadiah seorang perempuan
kemudian memaafkannya meskipun hadiahnya berupa makanan yang diracuni. Anas bin
Malik r.a. mengatakan bahwa seorang perempuan Yahudi datang kepada Nabi saw.
dengan membawa hadiah seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Rasulullah saw.
memakan sedikit darinya. Setelah beliau mengetahuinya, perempuan tersebut
dibawa menghadap beliau dan ditanya tentang racun tersebut. Para sahabat
bertanya kepada beliau: 'Apakah kami boleh membunuhnya?' Rasulullah saw. menjawab:
'Tidak.' Dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Lalu perempuan itu dibawa menghadap
Rasulullah saw. Lalu beliau menanyakan masalah racun kepada perempuan tersebut,
perempuan itu mengakui: 'Aku memang bermaksud membunuhmu.' Rasulullah saw.
berkata: 'Allah tidak akan memberikan kekuasaan kepadamu untuk melakukan hal
itu.'" (HR Bukhari dan Muslim).
Dikutip dari buku ”Kebebasan Perempuan (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah)
karya Abdul Halim Abu Syuqqah
(Penerjemah: Drs. As'ad Yasin). Juni 1998. Penerbit Gema Insani Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar