MY SPIRIT

KADO TERINDAHKU DI TAHUN BARU INI ADALAH KAMU SUAMIKU MY LIFE MY SPRIT, I LOVE YOU SO MUCH

Selasa, 09 Desember 2014

MENELADANI PERILAKU NABI MUHAMMAD SAW DALAM BERINTERAKSI DENGAN PEREMPUAN



Umat Islam memiliki etika tertentu dalam pergaulan antara perempuan dan laki-laki sesuai dengan aturan yang telah digariskan. Etika tersebut harus betul-betul menancap dalam akal pikiran,  kesadaran dan hati kita, sebab hal itu berkaitan dengan kebenaran pemahaman terhadap martabat perempuan sebagai manusia, sebagaimana ditetapkan oleh syariat. Selain itu, syariat telah menanamkan dalam hati manusia rasa santun, lemah lembut, dan kasih sayang kepada kaum perempuan. Hal yang mempertajam rasa santun, lemah lembut, dan belas kasih pada kaum perempuan di kalangan umat Islam telah dicontohkan Rasulullah saw. dalam memperlakukan istri, anak perempuan, istri-istri kaum muslimin, dan perempuan nonmuslim.

1. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Istri

Pertama, membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya. Aisyah pernah ditanya: "Apa yang dilakukan Nabi saw. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya." (HR Bukhari)
Kedua, mengajak istri-istrinya jika bepergian. Aisyah berkata: "Biasanya Nabi saw. apabila ingin melakukan suatu perjalanan, beliau melakukan undian di antara para istri. Barangsiapa yang keluar nama/nomor undiannya, maka dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah saw.' (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, menyambut kedatangan istri ketika beliau melakukan i'tikaf. Shafiyyah, istri Nabi saw., menceritakan bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah saw. ketika beliau sedang melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dia berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut berdiri untuk mengantarkannya." (Dalam satu riwayat dikatakan: "Nabi saw. berada di masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian kita pergi (pulang). Lantas Nabi saw. berkata kepada Shafiyyah binti Huyay,  'Jangan terburu-buru, agar aku dapat pulang bersamamu'") (HR Bukhari dan Muslim)

Keempat, keberatan menerima undangan makan kecuali dengan istrinya. Anas mengatakan bahwa tetangga Rasulullah saw. -seorang Persia- pintar sekali membuat masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan gulai yang enak untuk Rasulullah saw. Lalu datang menemui Rasululiah saw untuk mengundang makan. Beliau bertanya: "Bagaimana dengan ini? (maksudnya Aisyah)." Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah saw. berkata: "(Kalau begitu) aku juga tidak mau." Orang itu kembali mengundang Rasulullah saw. Rasulullah saw. bertanya: "Bagaimana dengan ini?" Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah kembali berkata: "Kalau begitu, aku juga tidak mau." Kemudian, orang itu kembali mengundang Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. kembali bertanya: "Bagaimana dengan ini?" Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu mengatakan: "Ya." Akhirnya kita bangun dan segera berangkat ke rumah laki-laki itu." (HR Muslim)

Kelima, menyediakan tempat duduk yang empuk di atas kendaraan istrinya dan menjadikan lututnya sebagai tangga istrinya untuk naik ke atas kendaraan. Dari Anas, dia berkata: "Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi saw. menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut." (HR Bukhari)
Keenam, beliau menawari istrinya menyaksikan permainan orang-orang Habasyah dan ikut berdiri menonton sampai istrinya minta pulang. Dari Aisyah, dia berkata: "Pada suatu hari raya orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi saw. sendiri yang berkata padaku: 'Apakah aku ingin melihatnya?'Aku jawab: 'Ya.' Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata: 'Teruskan main kalian, wahai Bani Arfidah (julukan orang-orang Habsyah)' Hingga ketika aku sudah merasa bosan beliau bertanya: 'Apakah kamu sudah puas?'Aku jawab: 'Ya.' Beliau berkata, 'Kalau begitu, pergilah'" (HR Bukhari dan Muslim)

2. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Anak Perempuan

Berdiri menyambut kedatangan putrinya lalu menciumnya dan mendudukkan di sebelahnya. Aisyah r.a. berkata, ”Fathimah datang dengan berjalan kaki. Jalannya persis seperti cara berjalan Nabi saw. Nabi saw. berkata kepadanya, 'Selamat datang putriku.' Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dikatakan: "Setiap Fathimah datang menemui Nabi saw., beliau biasanya berdiri menyambut kedatangannya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduk beliau."

3. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Perempuan Muslimah

Pertama, ketika mendengar tangisan bayi dalam masjid, Nabi saw. memperpendek shalatnya demi menjaga perasaan ibunya. Anas bin Malik mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Aku sudah mulai melaksanakan shalat dan bermaksud memanjangkannya. Lalu aku mendengar tangisan seorang bayi, maka aku sengaja memendekkan shalatku karena aku dapat merasakan betapa gelisahnya hati seorang ibu karena gangguan tangisan bayinya." (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, menunggu sejenak seusai shalat bersama kaum laki-laki agar jamaah perempuan bisa pulang lebih dahulu. Ummu Salamah r.a. berkata: "Biasanya Rasulullah saw. seusai mengucapkan salam, kaum perempuan bergegas berdiri. Beliau menunggu sejenak sebelum berdiri (untuk pulang)." Ibnu Syihab berkata: "Aku berpendapat, tetapi Allah lebih tahu, bahwa Nabi saw. diam sejenak itu adalah supaya kaum perempuan habis keluar sebelum tersusul oleh kaum laki-laki yang ingin pulang." (HR Bukhari)
Ketiga, menganjurkan para ibu supaya mengajak anak-anak gadisnya dan perempuan haid untuk ikut meramaikan pesta hari raya. Ummu Athiyyah berkata: "Aku mendengar Rasulullah sw. bersabda: 'Hendaklah kalian keluarkan anak-anak gadis, perempuan-perempuan yang dipingit, serta perempuan haid agar kita bisa menyaksikan hari baik dan nasihat-nasihat orang-orang mukmin; dan hendaklah perempuan haid agak menjauh dari tempat shalat.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, Nabi saw. mengira bahwa jamaah perempuan tidak bisa mendengar khotbah beliau, lalu beliau menuju kelompok kaum perempuan dan memberikan nasihat khusus kepada mereka. Kelima, Nabi saw. berdiri lama menyambut kedatangan perempuan-perempuan Anshar dan menyatakan cinta beliau kepada kaum mereka. Keenam, menyarankan kepada kusir kendaraan supaya berjalan perlahan demi mempertimbangkan kemampuan fisik kaum perempuan. Ketujuh, merasa kasihan kepada seorang perempuan yang sedang memanggul biji-biji kurma sehingga beliau menderumkan untanya untuk memboncengkan perempuan itu di belakangnya.
Kedelapan, mengizinkan Utsman ibnu Affan r.a. untuk tidak mengikuti Perang Badar guna menjaga istrinya yang sedang sakit. Ibnu Umar berkata: "Adapun keikutsertaan Utsman dari Perang Badar adalah karena istrinya, yaitu putri Rasulullah saw. sedang sakit. Rasulullah saw. berkata kepadanya: 'Sesungguhnya bagimu pahala orang yang mengikuti Perang Badar.'" (HR Bukhari)
Kesembilan, menyuruh seorang laki-laki mengurungkan niatnya untuk pergi berjihad guna menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan haji. Ibnu Abbas r.a. berkata: "Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah, aku ingin pergi bersama pasukan ini dan ini (dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Sesungguhnya aku terkena kewajiban untuk mengikuti pasukan ini dan ini') sementara istriku ingin menunaikan ibadah haji.' Nabi saw. berkata: 'Pergilah kamu bersamanya (istrimu).'" (HR Bukhari dan Muslim)
Kesepuluh, merasa menyesal ketika seorang perempuan dikuburkan tanpa sepengetahuan beliau; lalu beliau pergi bersama beberapa orang sahabat untuk menyalatinya. Abu Hurairah mengatakan bahwa seorang laki-laki atau perempuan hitam pernah bekerja sebagai tukang sapu masjid (dalam satu riwayat dikatakan: "Aku kira bahwa dia adalah seorang perempuan"). Kemudian dia meninggal. Lalu Rasulullah saw. menanyakannya. Para sahabat memberitahu: "Dia sudah meninggal." Nabi saw. berkata: "Mengapa kalian tidak memberitahuku tentang kematiannya? Sekarang tunjukkan kepadaku di mana kuburannya. Nabi saw. mendatangi kuburannya, lalu menyalatinya." (HR Bukhari dan Muslim)

4. Teladan Nabi saw. dalam memperlakukan Perempuan Nonmuslim

Pertama, tidak menghiraukan cemoohan seorang perempuan. Jundub bin Abu Sufyan r.a. berkata: "Rasulullah saw. sakit sehingga beliau tidak bisa mengerjakan shalat malam dua atau tiga malam. Lalu datang kepadanya seorang perempuan dan berkata: 'Wahai Muhammad, aku benar-benar berharap semoga setanmu telah meninggalkanmu. Aku tidak pernah melihatnya mendekatimu sejak dua atau tiga malam terakhir ini.' Lantas Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi: 'Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, mempertimbangkan keadaan dua orang perempuan yang sedang ketakutan. Abu Dzar r.a. berkata: "Pada suatu malam purnama yang sangat cerah, penduduk Mekah tertidur lelap dan tidak ada seorang pun di antara kita yang melakukan thawaf di sekitar Ka'bah. Ada dua sosok perempuan dari penduduk setempat yang sedang memohon kepada Isafa dan Na'ilah (nama berhala). Lalu kita berangkat sambil menggerutu dan berkata: 'Andaikan saja ada di sini salah seorang dari orang-orang kita.'"Abu Dzar berkata: "Rasulullah saw. dan Abu Bakar bertemu dengan kita ketika kita sedang turun. Rasulullah saw. bertanya: 'Ada apa dengan kalian?' Kita berkata: 'Ada penyembah berhala antara Ka'bah dan tutup (sitar)nya.' Rasulullah saw. bertanya: 'Apa yang dia katakan kepada kalian.' Kita menjawab: 'Dia mengatakan kata-kata yang sangat menyebalkan (kotor)."' (HR Muslim)
Ketiga, menerima hadiah seorang perempuan kemudian memaafkannya meskipun hadiahnya berupa makanan yang diracuni. Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa seorang perempuan Yahudi datang kepada Nabi saw. dengan membawa hadiah seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Rasulullah saw. memakan sedikit darinya. Setelah beliau mengetahuinya, perempuan tersebut dibawa menghadap beliau dan ditanya tentang racun tersebut. Para sahabat bertanya kepada beliau: 'Apakah kami boleh membunuhnya?' Rasulullah saw. menjawab: 'Tidak.' Dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Lalu perempuan itu dibawa menghadap Rasulullah saw. Lalu beliau menanyakan masalah racun kepada perempuan tersebut, perempuan itu mengakui: 'Aku memang bermaksud membunuhmu.' Rasulullah saw. berkata: 'Allah tidak akan memberikan kekuasaan kepadamu untuk melakukan hal itu.'" (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat, beliau melarang membunuh perempuan dalam peperangan. Ibnu Umar r.a. berkata: "Aku menemukan seorang perempuan yang terbunuh pada salah satu peperangan Rasulullah saw. Lantas Rasulullah saw. mengeluarkan larangan membunuh kaum perempuan dan anak-anak." (HR Bukhari dan Muslim).
Kelima, beliau tidak mau mencaci seorang perempuan; beliau bahkan mendoakannya supaya mendapat hidayah. Abu Hurairah berkata: "Aku mengajak ibuku yang masih musyrik untuk masuk Islam. Suatu hari dia menjelek-jelekkan Rasulullah saw. di hadapanku. Tentu saja aku merasa tidak senang. Aku menemui Rasulullah saw. sambil menangis dan berkata kepada beliau: 'Wahai Rasulullah, aku mengajak ibuku masuk Islam, namun dia menolak. Bahkan dia menjelek-jelekkanmu. Tentu saja aku merasa tidak senang. Doakanlah kepada Allah semoga Dia berkenan memberikan petunjuk kepada ibuku.' Rasulullah saw. berdoa: 'Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibunya Abu Hurairah.' Aku pulang dengan perasaan gembira karena Nabi saw. telah mendoakannya. Ketika aku datang (ke rumah)... ibuku membukakan pintu rumah, kemudian dia berkata: 'Wahai Abu Hurairah, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.'" (HR Muslim)

Dikutip dari buku ”Kebebasan Perempuan (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah) karya  Abdul Halim Abu Syuqqah (Penerjemah: Drs. As'ad Yasin). Juni 1998. Penerbit Gema Insani Press
MENELADANI PERILAKU NABI MUHAMMAD SAW
DALAM BERINTERAKSI DENGAN PEREMPUAN

1. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Istri




Pertama, membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya. Aisyah pernah ditanya: "Apa yang dilakukan Nabi saw. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya." (HR Bukhari)
Kedua, menyambut kedatangan istri ketika beliau melakukan i'tikaf. Shafiyyah, istri Nabi saw., menceritakan bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah saw. ketika beliau sedang melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dia berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi saw. juga ikut berdiri untuk mengantarkannya." (Dalam satu riwayat dikatakan: "Nabi saw. berada di masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian kita pergi (pulang). Lantas Nabi saw. berkata kepada Shafiyyah binti Huyay,  'Jangan terburu-buru, agar aku dapat pulang bersamamu'") (HR Bukhari dan Muslim)
Ketiga, keberatan menerima undangan makan kecuali dengan istrinya. Anas mengatakan bahwa tetangga Rasulullah saw. -seorang Persia- pintar sekali membuat masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan gulai yang enak untuk Rasulullah saw. Lalu datang menemui Rasululiah saw untuk mengundang makan. Beliau bertanya: "Bagaimana dengan ini? (maksudnya Aisyah)." Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah saw. berkata: "(Kalau begitu) aku juga tidak mau." Orang itu kembali mengundang Rasulullah saw. Rasulullah saw. bertanya: "Bagaimana dengan ini?" Orang itu menjawab: "Tidak." Rasulullah kembali berkata: "Kalau begitu, aku juga tidak mau." Kemudian, orang itu kembali mengundang Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. kembali bertanya: "Bagaimana dengan ini?" Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu mengatakan: "Ya." Akhirnya kita bangun dan segera berangkat ke rumah laki-laki itu." (HR Muslim)
Keempat, beliau menawari istrinya menyaksikan permainan orang-orang Habasyah dan ikut berdiri menonton sampai istrinya minta pulang. Dari Aisyah, dia berkata: "Pada suatu hari raya orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi saw. sendiri yang berkata padaku: 'Apakah aku ingin melihatnya?'Aku jawab: 'Ya.' Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata: 'Teruskan main kalian, wahai Bani Arfidah (julukan orang-orang Habsyah)' Hingga ketika aku sudah merasa bosan beliau bertanya: 'Apakah kamu sudah puas?'Aku jawab: 'Ya.' Beliau berkata, 'Kalau begitu, pergilah'" (HR Bukhari dan Muslim)

2. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Anak Perempuan dan pembantunya

Berdiri menyambut kedatangan putrinya lalu menciumnya dan mendudukkan di sebelahnya. Aisyah r.a. berkata, ”Fathimah datang dengan berjalan kaki. Jalannya persis seperti cara berjalan Nabi saw. Nabi saw. berkata kepadanya, 'Selamat datang putriku.' Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau." (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i dikatakan: "Setiap Fathimah datang menemui Nabi saw., beliau biasanya berdiri menyambut kedatangannya, menciumnya, dan menyuruhnya duduk di tempat duduk beliau."
Menganggap pembantunya saudara. Memanggil dengan panggilan hormat, dan mendoakan. Untuk Anas bin malik .”Wahai anakku.. mendoakan, ya allah berilah anas rezeki, dan berkahilahhidupnya.

3. Teladan Nabi saw. dalam Memperlakukan Perempuan Muslimah

Pertama, ketika mendengar tangisan bayi dalam masjid, Nabi saw. memperpendek shalatnya demi menjaga perasaan ibunya. Anas bin Malik mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Aku sudah mulai melaksanakan shalat dan bermaksud memanjangkannya. Lalu aku mendengar tangisan seorang bayi, maka aku sengaja memendekkan shalatku karena aku dapat merasakan betapa gelisahnya hati seorang ibu karena gangguan tangisan bayinya." (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, menunggu sejenak seusai shalat bersama kaum laki-laki agar jamaah perempuan bisa pulang lebih dahulu. Ummu Salamah r.a. berkata: "Biasanya Rasulullah saw. seusai mengucapkan salam, kaum perempuan bergegas berdiri. Beliau menunggu sejenak sebelum berdiri (untuk pulang)." Ibnu Syihab berkata: "Aku berpendapat, tetapi Allah lebih tahu, bahwa Nabi saw. diam sejenak itu adalah supaya kaum perempuan habis keluar sebelum tersusul oleh kaum laki-laki yang ingin pulang." (HR Bukhari)
Ketiga, menganjurkan para ibu supaya mengajak anak-anak gadisnya dan perempuan haid untuk ikut meramaikan pesta hari raya. Ummu Athiyyah berkata: "Aku mendengar Rasulullah sw. bersabda: 'Hendaklah kalian keluarkan anak-anak gadis, perempuan-perempuan yang dipingit, serta perempuan haid agar kita bisa menyaksikan hari baik dan nasihat-nasihat orang-orang mukmin; dan hendaklah perempuan haid agak menjauh dari tempat shalat.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Keempat, mengizinkan Utsman ibnu Affan r.a. untuk tidak mengikuti Perang Badar guna menjaga istrinya yang sedang sakit. Ibnu Umar berkata: "Adapun keikutsertaan Utsman dari Perang Badar adalah karena istrinya, yaitu putri Rasulullah saw. sedang sakit. Rasulullah saw. berkata kepadanya: 'Sesungguhnya bagimu pahala orang yang mengikuti Perang Badar.'" (HR Bukhari)
Kelima, menyuruh seorang laki-laki mengurungkan niatnya untuk pergi berjihad guna menemani istrinya yang ingin melakukan perjalanan haji. Ibnu Abbas r.a. berkata: "Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah, aku ingin pergi bersama pasukan ini dan ini (dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Sesungguhnya aku terkena kewajiban untuk mengikuti pasukan ini dan ini') sementara istriku ingin menunaikan ibadah haji.' Nabi saw. berkata: 'Pergilah kamu bersamanya (istrimu).'" (HR Bukhari dan Muslim)

4. Teladan Nabi saw. dalam memperlakukan Perempuan Nonmuslim

Pertama, tidak menghiraukan cemoohan seorang perempuan. Jundub bin Abu Sufyan r.a. berkata: "Rasulullah saw. sakit sehingga beliau tidak bisa mengerjakan shalat malam dua atau tiga malam. Lalu datang kepadanya seorang perempuan dan berkata: 'Wahai Muhammad, aku benar-benar berharap semoga setanmu telah meninggalkanmu. Aku tidak pernah melihatnya mendekatimu sejak dua atau tiga malam terakhir ini.' Lantas Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi: 'Demi waktu matahari sepenggalan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada (pula) benci kepadamu.'" (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, menerima hadiah seorang perempuan kemudian memaafkannya meskipun hadiahnya berupa makanan yang diracuni. Anas bin Malik r.a. mengatakan bahwa seorang perempuan Yahudi datang kepada Nabi saw. dengan membawa hadiah seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Rasulullah saw. memakan sedikit darinya. Setelah beliau mengetahuinya, perempuan tersebut dibawa menghadap beliau dan ditanya tentang racun tersebut. Para sahabat bertanya kepada beliau: 'Apakah kami boleh membunuhnya?' Rasulullah saw. menjawab: 'Tidak.' Dalam riwayat Muslim dikatakan: 'Lalu perempuan itu dibawa menghadap Rasulullah saw. Lalu beliau menanyakan masalah racun kepada perempuan tersebut, perempuan itu mengakui: 'Aku memang bermaksud membunuhmu.' Rasulullah saw. berkata: 'Allah tidak akan memberikan kekuasaan kepadamu untuk melakukan hal itu.'" (HR Bukhari dan Muslim).
Dikutip dari buku ”Kebebasan Perempuan (Tahrirul-Ma'rah fi 'Ashrir-Risalah) karya  Abdul Halim Abu Syuqqah (Penerjemah: Drs. As'ad Yasin). Juni 1998. Penerbit Gema Insani Press

Tidak ada komentar: